Kamis, 07 November 2013

MEMAHAMI MAKNA CINTA

  No comments    
categories: 
Aku tak paham, makna cinta sebenarnya, terkadang kata orang Cinta itu indah, tetapi kata orang cintapun menyakitkan. Yang aku tau Cinta itu datang tanpa kita sadari, Apa yang harus aku ketahui tentang Cinta???..
Terkadang Cinta bisa membuat orang buta karenanya, Cinta pun tidak memandang usia. Cinta yang telah datang terasa amat sangat manis, seperti rasa Gula, Permen, Ice Cream dan Kembang Gula, tapi Cinta juga membuat perih, sakit, terluka seperti disayat pisau. Rasanya tak terbendung apa lagi jika melihat orang yang kita Cinta, lebih mencintai orang lain. Cinta, sebenarnya apa dirimu??? sampai sekarang, hari ini, menit ini, detik ini akupun tak kunjung mendapatkan jawabannya.
Aku hanya tahu Cinta itu adalah pengorbanan, cinta itu memberi, Cinta itu tidak memilih, Cinta itu membuat bahagia seperti apa yang selalu Allah SWT beri kepada hambanya tanpa pamrih, dengan welas asih, dan tanpa memilih siapapu itu.
Tapi Cinta juga menjadikan sia-sia, jika yang diperbuat hanya kesenangan semata.
Cinta tidak mendengar dengan telinga, tidak melihat dengan mata namun dengan hati kecilmu yang disebut kalbu, namun Cinta ada dan terasa karena sebuah Makna yang ada terkandung didalamnya, Cinta meresakan dengan hati. Cinta yang hakiki adalah Milik Illahi.

Biarkan Tuhan yang Menilai

  No comments    
Tidak semua hal buruk yang menimpa kita adalah kesialan, menurutku ada hal dibalik itu semua. Allah sangat mengerti kebutuhan kita karena Allah sangat menyayangi kita. Allah memberikan kebutuhan kita walaupun lambat namun tidak penah terlambat. karena Allah memiliki kejutan bagi hamba-hambanya yang mau bersabar. Semua hal butuh proses, sebuah proses akan mengajarkan kita tentang arti kesabaran dan perjuangan, membuat kita mengerti tentang sebuah kerja keras dan sebuah penghargaan, kita dapat menjadikan diri kita Dewasa dan memaknai hidup. Aku berfikir bahwa "Orang yang menghargai suatu proses akan dapat memberikan makna dalam hidupnya, menghargai sekecil apapun tindakan yang dilakukan, menjadikan dirinya sebagai orang yang sukses karena hal yang kecil akan menjadi besar jika kita mau menjalani proses dengan kesabaran dan keikhlasan." Ingatlah orang lain tidak pernah tau apa saja yang kita pernah lakukan, perjuangan yang selalu kita kerjakan, pengorbanan apa yang telah kita berikan. Namun Allah yang selalu melihat kita tanpa beranjak sedikitmu perhatiannya dari kita. Biarkanlah Allah yang menilai itu semua, Allah yang akan memberikan penghargaan setinggi-tingginya untuk kita, Hamba yang selalu berjuang dan berusaha dijalannya.
Pejuang tidak lahir hanya dengan satu kali tempaan namun pejuang akan lahir dari setiap permasalahan yang ia lalui. Nahkoda kapal yang kuat tidak lahir dari ombak yang tenang, namun dia hadir dan terlahir dari laut yang penuh dengan badai dan ombak yang besar.Seorang pemimpin yang kuat, adil, jujur dan bijaksana juga cerdas tidak lahir dengan tindakannya yang biasa-biasa saja namun lahir dari pemikiran, keputusan dan tindakannya yang LUAR BIASA. Allah ada di dekat kita bahkan sangat dekat dengan kita. ALLAH MEMBERIKAN SESUATU HANYA DARI KEINGINAN KITA, NAMUN ALLAH MEMBERIKAN DARI APA YANG KITA BUTUHKAN, Penilaian orang lain hanyalah penilain subjektif yang kasat mata, tetapi Allah sangatlah Objektif hakim yang se adil-adilnya.

KISAH SEDIH

  No comments    
 "Di kutip dari blog Norhayati Indah Sari Ajid"
Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

KISAH PENGORBANAN SANG BIDADARI

  No comments    
Di kutip dari Blog heniputra.com
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu…
Bismillah..
Wanita itu bernama Rukaiyah… wajahnya tidak begitu cantik namun basuhan air wudhu yang selalu membasahi membuat dia tampak bersahaja. Ditambah kelembutan akhlaknya yang dipelajarinya dari kisah-kisah para Radiallahu’anha membuat perilakunya lembut tetapi tidak lemah. Alqur’an dan Hadits telah menjadi pedoman mutlak baginya semenjak Ia duduk di bangku SMA dan sering mengikuti kajian-kajian tentang Islam.
Meskipun dia tidak bersekolah di sekolah yang bernotabenkan Islam namun pendiriannya terhadap agama yang di anutnya begitu kuat sehingga tidak terpengaruh dengan gaya hidup teman-temannya yang sebaya dengannya. Dia tidak berpacaran bahkan membayangkan untuk berpacaran pun tidak pernah sehingga banyak teman-teman di sekitarnya yang berkata “Wajah sudah jauh dari cantik, kalau pacar aja gak punya mana mungkin akan punya suami” namun dia tidak menghiraukan hal itu karena dia tidak meragu akan janji Allah bahwa wanita baik-baik akan mendapatkan laki-laki yang baik-baik dan wanita yang buruk akan mendapatkan lelaki yang buruk pula. Untuk itulah dia selalu berusaha menjadi wanita yang baik yang senantiasa membalutkan aturan islam dalam dirinya agar suatu ketika janji Allah itu datang padanya.
Ketika duduk di bangku kuliah dia aktif di Lembaga Da’wah Kampus (LDK) turut berpartisipasi dalam menyumbangkan tenaga dan pikiran demi menguatkan peradaban Islam di tengah kezoliman ini.
Kini usianya sudah mendekati kepala tiga namun jodoh tak datang jua. Dia telah berusaha dan menyerahkan semuanya pada Allah namun mungkin belum terkabulkan do’anya. Dia tetap sabar meskipun tetangga dan teman-temannya selalu menertawainya. Bahkan kata salah seorang ibu yang minim pengetahuan agamanya. “Ini adalah akibat dari tidak membuka diri pada lelaki (Maksudnya berpacaran)” bahkan ada yang berkata wajahnya jelek tapi sok mahal. ia dapat memaklumi segala apa yang dikatakan orang-orang itu sebab dia tahu sekarang sunnah telah menjadi asing di mata mereka.
Namun apa hendak dikata, kesabarannya membuahkan hasil yang indah. Dipenghujung usianya itu datang seorang lelaki tampan dan juga sholeh. Lelaki itu bernama Dikky. Pemuda tampan dengan wajah yang berseri kerna selalu terbasuhkan Wudhu dan sangat menyayangi wanita. Dia adalah teman Rukaiyah ketika di LDK dahulu. Dialah pemuda yang dijanjikan Allah pada Rukaiyah karena telah yakin akan janji-Nya.
Pemuda itu menyayanginya dengan penuh ketulusan. Dia tidak pernah mau melihat airmata di pipi Rukaiyah karena dia tidak ingin melihat istrinya bersedih. Dan selalu berusaha untuk membahagiakannya. Sebagai suami dia sangat bertanggungjawab terhadap segala kebutuhan istrinya tersebut (keluarganya).
Sebagai Istri, Rukaiyah pun tahu akan kewajibannya. Dia melayani segala kebutuhan suami dengan sepenuh hati tanpa ada kata-kata resah dalam setiap lelahnya. Semua itu dilakukanolehnya semata karena cintanya pada Allah dan ketaatannya pada suami.
Rumahtangga kecil yang baru dibina mereka itu merupakan jawaban Allah dari apa yang selama ini dikeluhkan mereka disetiap penghujung malam disaat orang-orang terlelap. Dan kini mereka berdua pun dipertemukan dalam ikatan cinta yang suci meskipun ketika di LDK dahulu mereka tidak saling memiliki rasa dan tak terbayangkan bahwa akan dipertemukan Allah dalam jalinan cinta suci ini. Mereka pun saling menerima kekurangan masing-masing.
Ketika sang suami sedang berada dalam keterpurukan dia tetap setia menemani dan menjadi penyemangat sang suami. Dia tetap sabar menerima segala bentuk kekurangan suaminya. Dia tidak pernah berharap sesuatu yang lebih dari suami karena dia sadar akan keterbatasan suaminya. Hal inilah yang membuat keluarga mereka sangat bahagia.
Namun kebahagiaan itu pun masih di uji.. Belum cukup setahun setelah pernikahan sang suami harus meninggalkannya karena akan diberangkatkan ke Palestina selama beberapa bulan oleh Organisasinya yang merupakan salah satu Gerakan Kemanusiaan bergerak di bidang kesehatan dan sosial untuk menolong saudara-saudaranya yang terzolimi haknya dan membutuhkan bantuan disana.
Rukaiyah sudah merasakan kesedihan yang teramat sangat saat mendengar suaminya akan berangkat ke negara yang terjajah itu. Entah kenapa airmatanya terus mengalir semenjak saat itu namun diasering menyembunyikannya dari sang suami. Sampai pada suatu ketika sehari sebelum hari diamana Dikky suaminya akan berangkat. Suaminya mendapatinya sedang mengupas bawang di pagi hari saat hendak menyiapkan sarapan Nasi Goreng kesukaan sang suami yang dikala itu diketahuinya sedang shalat dhuha.
“Kenapa kamu menangis ya zaujatie..” Tanya sang suami seusai shalat Dhuha dan menemui istrinya di dapur.
Rukaiyah tidak dapat memungkiri bahwa sesungguhnya dia takut suaminya takkan kembali lagi ketika pergi nanti. Sang suami yang begitu menyaynginya dan tidak tega melihat airmata dipipi sang istri itu pun mengusap airmatanya lalu menegarkannya.
“Jalan da’wah telah memanggilku ya Zaujatie.. sungguh, sulit untukaku meninggalkanmu namun sulit pula untuk aku tinggalkan saudara kita yang membutuhkan tenaga kita disana. Jika engkau tidak mengijinkan,aku tidak akan pergi ya Zaujatie…”

Sang istri pun menundukkan wajahnya dengan airmata yang terusmengalir ia berkata:
“Jika itu adalah bukti dari cintamu pada Allah lebih besar daripada cintamu padaku, Aku Ridho kepergianmu. Tapi entah mengapa aku hanya terus merasa sedih”
“Ya Zaujatie ya.. Jika Allah mengijinkan aku akan kembali namun jika tidak, aku kan menunggumu di Jannah-Nya nanti.”
Suaminya lalu memeluknya seraya berkata:
“Walillahi.. Ana Uhibbuki Filla ya Zaujatie..”
Besoknya ketika sang suami hendak berangkat di hantarkannya hingga ke beranda rumah. Doa serta senyuman penyemangat tak lupa ia berikan pada sang suami. Dia mencium tangan sang suami lalu suaminya pun membalas dengan sebuah kecupan tulus di keningnya..
“Aku titipkan Alqur’an sebagai teman bagimu untuk engkau bacakan di saat engkau sedang dalam kesepian. Dan Allah akan menjadi pelindung bagimu disaat engkau sedang dalam ketakutan.” Ucap sang suami seraya berlalu meninggalkannya.. Ikhlaskan aku pergi…Assalamu’alaykum….
Dia pun menjawab salam sang suami lalu menatapnya hingga jauh. Sang suamipun membalikkan badan lalu menatap istrinya yang masih berada diberanda itu. Rukaiyah pun tersenyum mengangguk memastikan pada sang suami bahwa dia benar-benar ridho sehingga tak ada lagi keraguan dihati suami untuk pergi ke medan juang.
Ketika pergi suaminya tak lupa meninggalkan uang yang Insya Allah lebih dari cukup hinga dia kembali nanti.
Hampir setiap malam Rukaiyah senantiasa menangis mengeluh pada Allah mendoa’kan suaminya yang berada nan jauh disana. Dia mampu menjaga kehormatandan harta suaminya.
Selang beberapa hari setelah suaminya pergi ia merasa selalu mual.Lalu ia pun memeriksa ke dokter dan ternyata dia posstive tengah Hamil. Berita gembira itu pun segera di kabarkan pada suaminya yang sangat di cintainya itu melalui telekomunikasi.
Sungguh Dikky sangat bahagia mendengar berita itu. Apalagi saat istrinya berkata “Mas, aku sedang mengandung anak Mas.”
“Aku sebentar lagi akan menjadi papa Rid..” Kata Dikky pada Ridho sahabatnya yang sama-sama berada di Palestina.
Ridho pun turut memberikan senyum bahagia saat melihat pancaran kebahagiaan dari wajah sahabatnya itu.
“Aku bentar lagi jadi Bapak, lalu antum kapan ya akhie??” Tanya Dikky bercanda.
“Ana pasrah pada Allah Sajalah.. Untuk apa memetik kurma yang masih melekat di tangkai, tho kalau matang juga bakalan jatuh sendiri kok.”Cakap Ridho.
“Iya, Pasrah sih pasrah.. tapi harus kudu usaha juga boy.. Tawakkal pada Allah itu bukan berarti tanpa usaha lho.. Harus usaha tapi dengan batasan yang shar’i.
“Okhay ya Zamilie.. sepulang dari sini nanti bakal ana usahain ngelamar semua akhwat.” Canda Ridho.
Hari itu adalah hari yang paling bahagia bagi Dikky karena menjadi ayah adalah impiannya selama ini. Namun pada hari itu juga Ia dipanggil oleh sang Khalik ketika sebuah tembakan meleset ke dadanya saat hendak menolong salah seorang warga sipil yang terjebak di sebuah bangunan. Darah pun mengalir di sekujur tubuhnya… dia masih bisa berbicara sedikit saat di bawa ke Pos Pertolongan Pertama Gawat Darurat. Air mata Ridho tak sanggup menahan saat melihat apa yang terjadi pada sahabatnya. Baru saja tadi mereka tersenyum bersama dan sekarang sahabatnya tersebut seperti ini.
Ridho lalu memegang kedua tangannya lalu Dikky menyampaikan sesuatu padanya sebelum Ia menghembuskan nafas terakhirnya.
“Tolong jikalau antum pulang nanti, sampaikanlah salamku pada istriku bahwa aku mencintainya. Besarkanlah anakku dengan Islam. Biarkan Alqur’an dan Hadits mengalir menyatu dalam jiwanya agar dia takut pada Allah dan menjalankan sunnah Rosulnya. Katakan padanya kita akan bertemu di syurga nanti.”
Ridho menggangguk dengan penuh airmata. Dia tak kuasa menahan keharuan itu.
“Asyhadualla Ilaaha Illallah Wa Asyhaduanna Muhammadarrosulullah…” Berpulanglah Ia dengan tersenyum..
Segala sesuatu yang ada di bumi ini akan kembali pada Allah…
Hari itu bayangan wajah sang suami terus menghampiri Rukaiyah.. Ia tak tahu kenapa dia merasakan rindu yang teramat sangat setelah menyampaikan berita gembira pada sang suami tadi. Lalu kabar tentang kematian suaminya pun di kabarkan oleh Ridho sahabat suaminya.
Ia menangis mengikhlaskan kepergian suaminya itu. Mencoba untuk tetap tegar karna semua telah digariskan-Nya. Dia akan tetap sabar menghadapi semua ini dan benar-benar meridhoi keputusan Allah yang menimpanya tersebut. Dia yakin semua akan ada hikmahnya. Ini juga sebuah bukti bahwa cintanya pada Allah lebih besar daripada cintanya terhadap apapun meskipun sesekali sering ada rasa rindu pada suaminya. Lelaki sholeh yang dicintainya semata karena Allah.
Sungguh sulit jika ada wanita yang bisa seperti Rukaiyah.. Yang mencintai suaminya semata karena Allah. Dan kini telah menjadi Syuhada yang syahid di jalan Allah.
“Semoga kita mampu mengambil pelajaran dari kisah yang sedikit ini.”
Seindah apapun kisah yang ana tuliskan lebih indah lagi kisa para shahabat wa Shahabyyah.

Menjaga Hati dan Cinta Seimbang

  No comments    
Tulisan ini sudah pernah saya tulis sebelumnya pada tanggal 23 Juli 2012
Hari Ketiga Ramadhan
Hari ini aku harus balik lagi ke Bogor, karena ikut Semester Pendek. Padahal masih pengen dirumah sieh, soalnya masih kangen euy, kan jarang pulang kerumah, bisa 3 bulan baru pulang, kalau kata mama “Suka kaya Bang Toyib ga pulang-pulang!”.. udahlah dirumah aja kan liburan, kata umi.. waduh apa kabar nanti SP aku??..ini kali pertama aku buka bareng di kostan, enak banget dimasakkin sama ibu yang jaga kost jadi ga usah repot beli di luar, kalau sahur juga udah dimasakin sama Ibunya, tinggal nanti bayar perorang sesuai yang dimakan..Pas buka puasa diceritain sama si Ibunya tentang cerita dongeng Putri Duyung karangan H.C Anderson.


Sedih banget beda dengan yang dikartun. Intinya tentang pengorbanan Cinta yang besar dari seorang makhluk setengah manusia setengah ikan yang mencintai seorang pangeran yang Ia selamatkan dilaut. Betapa besar cintanya hingga ia mengorbankan dirinya sakit, mengorbankan suaranya yang indah kepada penyihir laut yang jahat demi mendapatkan kaki manusia. Namun yang ia dapatkan malah sakit hati yang teramat sangat karena cintanya bertepuk sebelah tangan, karena pangeran lebih memilih putri lain yang telah menolongnya saat ia terdampar di tepi pantai dekat kerajaan putri tersebut. Putri duyung tersebut demi bisa terus dekat dengan pangeran ia rela menjadi pembantu dikerajaan sang Putri yang telah menyelamatkan pangeran. Pada suatu saat pangeran melamar sang putri untuk dijadikannya istri, karena sudah tidak kuat putri duyung ingin membunuh sang Pangeran, karena ia befikir jika ia tidak mendapatkan pangeran maka putri tersebut juga tidak boleh mendapatkannya. Teringat akan perjanjian dengan penyihir laut yang telah mengambil suaranya. Kata penyihir jahat tersebut “Jika suara mu ingin kembali dan kau ingin menjadi manusia yang seutuhnya, maka sihir tersebut bisa musnah jika pangeran menyatakan cinta kepadamu, dan kamu menikah dengan pangeran.” Namun hal itu sia-sia, sekeras apapun usaha sang putri duyung untuk memberitahukan kepada pangeran bahwa yang telah menyelamatkan dirinya dari kematian adalah putri duyung, tetapi pangeran sama sekali tidak mengerti yang ia coba katakan, dan pangeran hanya menganggapnya pembohong. Putri duyung tersebut hanya bisa menangis, dia melihat pangeran tersebut memberikan cincin kepada putri dan mengikrarkan janji pernikahan. Putri duyung tersebut kembali ketepi laut dan berubah menjadi buih. Jadi pengen beli bukunya deh di Gramedia penasaran banget, soalnya kata Ibu kost ceritanya bener-bener sedih. Memang sedih sih, diceritain aja udah pengen nangis. Hiks hiks hiksssss….padahal kalau film kartun produksi dari Diesney, itu so sweet banget..
Moral yang bisa aku ambil dari cerita Putri duyung ini, bahwa janganlah terlalu mencintai orang lain yang memang belum benar-benar kita miliki, karena belum tentu orang tersebut mencintai kita, walaupun kita telah berkorban banyak karena orang yang kita cintai tidak tahu apa yang telah kita lakukan demi dia. Mencintailah dengan sekedarnya janganlah kurang dan janganlah berlebih. Karena Cinta yang benar-benar harus kita cintai adalah cinta untuk Pencipta Kita, dialah Maha Kasih dan Maha Sayang. Mencintai adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada makhluknya yaitu manusia, namun kita harus bisa mencoba memberikan keseimbangan antara cinta kita kepada makhluk Allah dan Allah SWT. Allah memberikan karunia kepada manusia agar bisa berkasih sayang. Tetapi kasih sayang ini harus bisa coba kita jaga untuk yang telah dihalalkan. Kalau dizaman sekarang sudah banyak remaja-remaja yang berkorban memberikan apa saja agar kekasihnya tidak direbut orang sampai-sampai dia rela memberikan yang harusnya dia jaga hanya untuk suaminya kepada orang lain yang belum tentu menjadi suaminya, katanya atas dasar cinta.. naudzubillahi.. jika sudah terjadi hal demikian, maka dosalah diri yang telah melakukannya, mencoreng nama baik keluarga, impian yang dia idam-idamkan pun seketika akan musnah.
Karena terkadang seperti kata pepatah, “Cinta buta tak memandang rupa. Walaupun rupa fisik biasa saja, jatuh cinta tetap bisa menimpa.”
Cinta buta akan menjadikan pelakunya tersiksa. Baik saat berhasil maupun gagal, maka kalau mau jatuh cinta jangan membabi buta, jatuh cintalah dengan melek.
Dengan cara pertama : mendahulukan kepentingan Allah, saat rasa cinta membentur kepentingan Allah, kepentingan Allah lah yang harus didahulukan.
Kedua : jika mencintai harus sewajarnya dan tidak berlebihan. Karena boleh jadi hari ini kita mencintainya setengah hidaup dan membencinya setengah mati
Ketiga : berani menerima realita, saat objek yang kita cintai sudah ada yang punya, janganlah memaksakan diri.
Dikutip dari buku nieh, “Aku Pingin Nikah (mending nikah muda daripada menumpuk dosa)”.
“Semoga Allah selalu menjagaku, dan selalu bersyukur karena Allah selalu menjagaku sampai sekarang”
Alhamdulillah..amiiinn,.. :)

Siapa Bilang Ga Boleh Jatuh Cinta

  No comments    

Menurutku, jatuh cinta itu boleh, Allah telah memberikan kita rasa untuk mencintai sesuatu, seperti kita harus Mencintai Allah. Dalam buku karangan Salim A.Fillah yang telah saya baca yang berjudul  Nikmatnya Pacaran Setelah Menikah.
Cinta ALLAH : Pada Yang Maha Abadi, Sebabnya pun Abadi
“ Bila hambaKu bertanya kepadamu, tentang Aku, maka Aku adalah dekat (Al-Baqarah 186)
Cinta pertama kita haruslah kepada Allah sebagai seorang mu’min
Cintailah Allah, dengan keimanannya yang akan kau bawa menghadap-Nya.
Fragmen menyejarah seorang Arab gunung yang bertanya tentang kiamat kembali hadir dalam memori kita. “Bilakah datangnya kiamat Ya Rasulullah?” tanyanya “Apa yang sudah kau siapkan untuk menyambutnya?”, Sang Rasul  menjawab “Cinta kepada Allah dan RasulNya..”.
“Engkau akan bersama dengan yang kau Cintai..”
Cinta Rasulullah, kepada umatnya
Rasulullah lelaki penuh cinta yang lahir dan dibesarkan di celah-celah kematian orag-orang tercinta. Ia yang menyimpan hak doa dan tak tertolak para Nabi untuk umatnya di hari pengadilan, karena cinta. Hanya enampuluh tiga tahun usianya, tapi sampai 14 abad-para penyusun kisah masih terus menulis, para sastrawan masih terus bersyair, dan para sejarahwan masih senantiasa takjub, bahwa mereka menemukan cinta dalam setiap sisi hidup manusia mulia ini.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, kelak Ar Rahman akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.”(Maryam 96)
“Allah ‘Azza Wa Jalla berfirma, “Mereka yang saling mencintai karena keagunganKu mempunyai mimbar-mimbar dari Cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan Para Syuhada.” (HR At Tirmidzi dari Mu’adz ibn jabal)
Sungguh ada kata-kata yang sangat aku suka dalam buku ini, yaitu
Jika engkau mencintai hanya karena Allah, bersiaplah dicemburui para Nabi dan Syuhada. Jika engkau mencintai hanya karena Allah dan dalam naungan ridhaNya, maka temuilah cinta sebagai janji dari Ar Rahman untuk orang-orang beriman.
Yuk sama-sama Jatuh Cinta kepada Allah dan Mencintai manusia yang di Muliakan Allah juga mencintai orang-orang disekeliling kita hanya kepada Allah.
To be continued
Siapa bilang ga boleh jatuh cinta berikutnya..

Jalan Terbaik DariNya

  No comments    
Sewaktu saya kelas X SMA di SMA Negeri 72 Jakarta saya pernah mengikuti Olimpiade Sains Nasional di bidang Geosains yang membahas tentang Bumi dan seluruh jagat raya. Awalnya saya memilih pelajaran Biologi, saya mendaftar pada Wali Kelas saya yaitu Pak Agus, pada saat istirahat saya di panggil oleh guru Biologi saya ke ruang guru selama diperjalanan dari kelas menuju ruang guru perasan sungguh sangat senang karena saya bisa dan sangat ingin meneruskan  dan mengikuti  kembali Olimpiade seperti pada saat saya masih SMP dulu yang juga pernah mengikuti ajang seperti ini. Sesampainya di ruang guru Bu Anita menyuruh saya duduk di sampingnya, tiba-tiba nama saya di coret oleh Bu Anita dan di gantikan oleh nama teman sekelas saya Ningrum, saya sangat sedih dan kecewa saya bertanya kepada diri saya sendiri, “Kenapa nama saya harus di coret dan digantikan apa karena guru Biologi saya mengangggap saya tidak mampu?”. Bu Anita hanya berkata “Kamu saya ganti dengan Ningrum, tidak apa-apa kan?”.  Sempat saya meminta agar saya tetap dapat mengikuti Olimpiade dan meminta alasan kepada Bu Anita kenapa saya digantikan dengan Ningrum, tetapi Bu Anita hanya berkata “Kan masih ada pelajaran yang lain.”
Akhirnya dengan berat hati keputusan dari Bu Anita saya terima keluar dari ruang guru saya menuju kelas dengan mata yang mulai berkaca-kaca, di kelas saya menangis sambil berdoa agar Allah dapat memberikan sesuatu yang terbaik untuk saya, karena memang saya ingin membanggakan kedua Orang tua saya. Setelah istirahat adalah pelajaran Geografi, Bu Nur Imani kemudian masuk ke dalam kelas, seperti biasa Bu Nur Imani sebelum masuk kedalam materi pelajaran yang ingin Dia ajarkan Bu Nur selalu bercerita itulah yang kadang-kadang membuat teman-teman kelas saya suka mengantuk sewaktu masuk ke dalm materi, tetapi saya tetap antusias mendengarkan ceritanya dan materi yang Dia ajarkan karena saya juga suka dengan pelajaran Geografi apalagi yang membahas tentang Jagat Raya dan Alam semesta. Setelah jam mengajar telah usai Bu Nur Imani kemudian mengeluarkan secarik kertas dan dia bertanya kepada kami siapa yang inginmengikuti OSN Kebumian atau Geosains tetapi tidak ada yang mengajukan diri termasuk saya akhirnya teman saya yang bernama Almanitasari yang kemudian dipilih oleh Bu Nur. Istirahat kedua setelah sholat Dzuhur saya kembali ke ruang guru untuk bertemu Pak Agus, saya ingin meminta tolong agar saya bisa mengikuti Olimpiade Biologi walaupun hanya sebagai cadangan untuk menggantikkan orang lain, mungkin memang saya terlalu terobsesi atau bisa di bilang terlalu memaksakan kehendak tetapi saya hanya ingin mencoba dan berusaha.
Di ruang guru saya mencoba berbicara dengan Pak Agus tetapi Beliau menjawab keputusan di pegang oleh Bu Anita, saya akhirnya mulai menerima dengan lapang dada mungkin apa yang saya inginkan belum tentu menjadi kenyataan, ketika saya beranjak meninggalkan meja tempat Pak Agus, Bu Nur Imani memanggil saya. “El…sini sebentar, Ibu ada perlu sama kamu.” Saya pun pergi ke meja Bu Nur Imani. “Mau ikut Olimpiade Kebumian tidak El?” saya sangat kaget karena di tawarkan untuk mengikuti Olimpiade. Ragu-ragu sebenarnya karena saya baru pertama kali mendengar ada Olimpiade Kebumian, kalau Olimpiade Fisika dan Matematika mungkin sering sekali mendengarnya dan banyak kontingen atau perwakilan dari Indonesia yang sering mendapatkan emas dan penghargaan lainnya.
Saya menerima tawaran dari Bu Nur Imani walaupun hanya sebagai cadangan dan masih harus ikut seleksi dari sekolah, saya sangat bersyukur setidaknya bisa mengikuti Olimpiade nantinya. Pada hari Senin tepatnya pada saat Ujian Blok pertama guru Fisika Pak Hasan masuk ke ruang tempat ujian dan membacakan nama murid – murid yang akan mengikuti olimpiade tingkat sekolah se-Jakarta Utara, semua nama perbidang pelajaran masing-masing sudah selesai dipanggil giliran nama murid – murid yang mengikuti olimpiade kebumian.”Alimanita Lestari, kelas X 4..” teriak Pak Hasan yang berdiri di depan pintu kelas, teman – teman serentak berteriak “Tidak ada yang bernama Alimanita Lestari yang ada Almanitasari dan Elva Lestari Pak!” Salah satu teman saya Erwin berteriak dari kursi “Kalau Almanita di kelas sebelah Pak ruangannya kalau Elva ruangannya disini.” Sebelum meninggalkan kelas Pak Hasan berkata kalau yang ikut olimpiade untuk berkumpul di Ruang Bimbingan Konseling setelah pulang sekolah, dan Beliau juga menyuruh saya untuk ikut bergabung.
Seminggu setelah Ujian Blok, pada hari Sabtu tes untuk mengikuti Olimpiade di laksanakan tempatnya berada di SMA Negeri 13 Jakarta. Jantung berdegup kencang dan merasa gugup melihat saingan dari sekolah lain. Saya melihat di madding kelas yang akan saya tempati sewaktu tes dan nomor pesertanya, setelah saya melihat di madding saya menuju ruangan yang saya tempati di saat tes berlangsung. Jam 8 pagi soal – soal pun dibagikan dalam keadaan tertutup, pengawas yang mengawasi ruangan mengajak kami untuk berdoa sebelum mengerjakan soal – soal yang di berikan. Saya berdoa semoga dimudahkan untuk menjawab soal dan mengerjakan sebaik mungkin.
Tiga hari kemudian hasil pun telah keluar dan di tempel di mading sekolah, sungguh sangat bersyukur ternyata saya dan teman saya Almanita lolos ke tahap selanjutnya, sedangkan teman saya yang bernama Ningrum tidak lolos. Saya berfikir mungkin ini jalan yang Allah berikan kepada saya bukan dari apa yang saya inginkan melainkan dengan jalan lain yang Allah berikan terhadap saya. Setelah dua minggu saya mengikuti pembinaan olimpiade tersebut hari Sabtu diadakan tes untuk ke tingkat DKI dan pada hari Minggu saya mengikuti seleksi Paskibraka di Walikota Jakarta Utara, berat memang menjalani rangkaian acara untuk tahap penyeleksian anggota, tetapi tetap saya jalani dengan senang hati. Pada saat pengumumman diumumkan pada sore hari itu juga, ternyata saya belum lolos menjadi Anggota Paskibraka sangat kecewa tetapi saya terima dengan lapang dada.
Seminggu setelah tes olimpiade ke tingkat DKI dan seleksi Paskibra saya diberitahukan oleh teman saya Almanita bahwa pengumumman hasil tes sudah ada di madding sekolah dan dia berkata kalau saya lolos ke tingkat DKI tetapi teman saya yang bernama Almanita dia tidak lolos, pada saat tes olimpiade berikutnya, untuk tingkat provinsi saya mengalami kegagalan. Namun ada pembelajaran untuk diri saya bahwa “Tidak semua yang saya inginkan dapat terwujud tetapi apa yang Tuhan berikan merupakan hal yang selalu terbaik untuk diri saya.” “Berfikir positif, tetap semangat, berusaha dan tidak mudah putus asa yang akan membantu seseorang meraih apa yang diinginkan walaupun tidak semua terealisasikan kepada diri sendiri.”

Orang Tua Ku Inspirasi Ku

  No comments    
Saya bangga terhadap kedua orang tua saya baik Ibu dan Ayah saya. Dari kecil ayah selalu bekerja keras dan sabar, sewaktu ayah saya masih kecil, pada saat usianya sekitar 10 tahun, ayah menjadi yatim karena kakek saya meninggal 3 hari setelah turun dari kapal, kakek saya merupakan Pelaut dan bekerja di sebuah kapal Belanda Kapal Orange milik Ratu Yuhelmina. Saat masih ada kakek, kehidupan ayah beserta ke tiga adiknya sangatlah berkecukupan tetapi semenjak kakek meninggal kehidupan ayah sangat berubah drastis. Ayah harus bersekolah sambil bekerja mencari uang karena kebutuhan ayah dan ketiga adiknya belum tentu cukup jika hanya mengandalkan nenek yang menjadi tukang cuci juga mengurus ketiga adiknya yang masih kecil. Ayah dan paman saya (adik ayah yang kedua) setiap pulang sekolah bekerja menjual telur asin walaupun begitu tidak pernah ada rasa mengeluh, ayah sangat beruntung ayah tidak perlu mengeluarkan sedikit pun uang untuk dia bersekolah karena mendapatkan kebebasan biaya. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ayah ingin sekali melanjutkan ke Sanawiyah (sederajat dengan SMP) tetapi terbentur dengan biaya, tetapi ayah tetap bekerja keras untuk mencari biaya agar ayah bisa bersekolah, suatu hari saudara kakek yang sangat berkecukupan datang kerumah ayah dan melihat kondisi ayah sekeluarga, akhirnya Beliau memutuskan untuk membawa ayah untuk tinggal dirumahnya dan menyekolahkan ayah, setelah ayah tinggal di rumah Kakek (panggilan saya terhadap saudara dari kakek), kakek sangatlah bangga atas ketekunan ayah karena selain sekolah ayah masih membantu pekerjaan rumah seperti menyapu,mengepel, dan mencuci piring. Setelah ayah beranjak dewasa ayah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang ayah dapat selalu dia tabung untuk biaya pernikahan dengan ibu karena ayah tidak ingin merepotkan keluarga dari kakek.
Ibu saya dari kecil hidup mandiri, karena dari kecil kakek dan nenek telah berpisah, ibu dan adik laki-laki satu-satunya tinggal di rumah pamannya ibu, setiap pulang sekolah ibu sering berjualan es lilin di stasiun kereta api hanya untuk mencari biaya untuk sekolah, ibu juga sering berjualan jambu air yang sering dititipkan oleh pemilik kebun jambu air, uang yang ibu terima ibu kumpulkan untuk biaya ke Jakarta. Sewaktu ibu lulus dari SD ibu memutuskan ke Jakarta, setelah di Jakarta Ibu menemui saudaranya untuk bisa tinggal di sana sampai ia mendapat pekerjaan, Ibu saya tidak pernah diam,  ide-ide yang ia dapat untuk mencari uang selalu ia coba, sampai ibu menikah dengan ayah dan melahirkan ku, bidan yang membantu persalinan ibu memberikan modal untuk ibu dan ayah untuk membuka usaha. Dari menjual tas hingga pakaian Ibu dan ayah pernah mencobanya.
Itulah sebabnya mereka berdua adalah inspirasi dalam hidup saya. Kerja keras, kesabaran, ketekunan, mandiri dan mencoba hal-hal baru juga yang lebih utama selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan apapun Mereka berdualah juga nenek saya yang mengajarkan semuanya kepada saya.

KEDEWASAAN MANUSIA

  No comments    
Waktu dalam kehidupan bagi seorang manusia, adalah sebuah misteri. Waktu adalah kumpulan titik-titik abstrak yang memanjang dan menjadi dimensi yang tidak lepas dari perilaku manusia. Waktu bukan ruang hampa yang terbebas dari tindakan manusia. Setiap detik dengan detik lainnya memiliki pemaknaan yang berbeda. Nabi telah berwasiat. “Hari ini harus lebih baik dari kemarin.” Wasiat yang mengingatkan kepada betapa penting memaknai setiap detik yang dilalui. Tanpa pemaknaan yang berarti, hidup menjadi mubazir dan kemubaziran adalah pangkal kehancuran.
Mengutip Blog ( http://muhammadirfani.wordpress.com .2009 )
Beliau juga bersabda : Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru, “Wahai putra-putri Adam, Aku adalah Waktu, aku makhluk yang baru yang akan menjadi saksi atas perbuatanmu. Maka gunakanlah aku, karena aku tidak aan kembali sampai hari kiamat.”
Seorang Ulama berkata : “Waktu adalah sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau kota dan desa, membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala sesuatu, selaian Tuhan, tidak akan mampu melepaskan diri darinya”
Maka, tidakkah kita ingin membuat makna berbeda bagi setiap jengkal usia yang ditambahkan dalam hidup kita ?
Manusia adalah makhluk yang melewati beragam proses menuju kesempurnaan. Manusia merupakan lokus bagi gabungan dari “unsur Suci” (Ruh Ilahi) yang menyebabkan para malaikat sujud kepada Adam dan “unsur hina’ (debu tanah) yang menjadikan Iblis bersikap rasis enggan sujudnya. Unsur Suci adalah “kodrat langit” yang memberi potensi ketakwaan sehingga manusia dapat lebih mulia daripada malaikat, dan unsur debu tanah adalah “kodrat bumi” yang memberi potensi berbuat fujur (dosa) sehingga manusia bisa meluncur ke derajat yang lebih hina.
Sejak lahir kodrat bumi memaksa kita untuk menuju kedewasan secara fisik-biologis, dan kodrat langit memberi pilihan kepada kita untuk menuju kedewasaan secara psikis-spitirtual. Kedewasaan bukan sekedar kesiapan untuk menhasilkan keturunan (reproduksi), tetapi kedewasaan adalah kemampuan untuk melahirkan keputusan memilih jalan yang terbaik bagi kelangsungan hidupnya.
Mencapai usia dewasa merupakan anugerah Allah SWT yang paling besar kepada seseorang, karena di usia ini ia akan diberikan karunia hikmah dan kebijaksanaan sehingga terbentang dihadapannya jalan kebenaran dan diteguhkan hatinya dalam ketaatan kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman: “Dan setelah menjadi dewasa dan cukup umurnya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah dan ilmu pengetahuan. Demikianlah Kami memberi balasan bagi orang-orang yang melakukan kebajikan. “ (QS. 28;14)
” … sehingga apabila dia telah dewasa dan mencapai umur empatpuluh tahun, berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku jalan untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kedua ibu-bapakku, dan doronglah aku untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai …” (QS. 46;15)
As-Syaikh al-Arif Abdul Wahhab bin Ahmad as-Sya’rani dalam kitabnya al-Bahrul-Maurud menyebutkan: “Telah diambil janji-janji dari kita, bahwa apabila kita telah mencapai umur empatpuluh tahun, hendaklah bersiap-siap dengan melipat kasur-kasur dan selalu ingat bahwa kita sekarang sedang dalam perjalanan menuju akhirat pada setiap nafas yang kita tarik sehingga tidak akan lagi merasa tenang hidup di dunia. Di samping itu hendaknya kita menghitung setiap detik dari umur kita sesudah melebihi empat puluh tahun, sebanding dengan seratus tahun sebelumnya.”
Imam Syafi’i (rahimahullah), setelah mecapai umur empat puluh tahun, berjalan dengan sebatang tongkat kayu. Ketika ditanya sebabnya, beliau berkata:“Supaya aku senantiasa ingat bahwa aku adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju akhirat.”
Berkata Wahab bin Munabbih: “Aku baca dalam beberapa kitab, bahwasanya ada suatu suara menyeru dari langit ke-empat pada setiap pagi: ‘ Wahai orang-orang yang telah berusia empatpuluh tahun! kamu adalah tanaman yang telah dekat dengan masa penuaiannya. Wahai orang-orang yang telah berusia limapuluh tahun! Sudahkah kamu ingat tentang apa yang telah kamu perbuat dan apa yang belum? Wahai orang-orang yang telah berusia enampuluh tahun! Tidak ada lagi dalih bagimu. Oh, alangkah baiknya seandainya semua mahluk tidak diciptakan! Atau jika mereka telah diciptakan, seharusnya mereka mengetahui, mengapa mereka diciptakan. Awas, saatmu telah tiba! Waspadalah! “
Oleh karena itu, sudah sepantasnya tahapan kedewasaan ini dimaknai secara utuh oleh kita, bukan sekedar dari jumlah usianya, namun juga kematangan yang layak dimiliki, sebagai bentuk syukur atas karunia yang diberikan-Nya itu. Berbahagialah bagi mereka yang diberi kesempatan oleh Allah mencapai usia kedewasaan ini.
“Ya Allah, bimbinglah aku dengan hidayah-Mu, agar mampu memanfaatkan sisa perjalanan hidupku menjadi semakin dekat mencapai keridhaan-Mu”

Ku bersimpuh kepadaMu

  No comments    
Tegar, berjalan sendiri
Melalui terjalnya jalan ini
Berdiri Di persimpang Jalan kini
Terpaku, Diam, tak dapat berlari

Tak Ada Tempat Kecuali PadaMu
Hati dan Fikiran yang Mulai Beku
Ku Meminta dengan Tangis menemaniku
Pemilik Hati, Mohon Kuatkan Ku..

Bersimpuh, Menengadah, dan Meminta
Hanya PadaMu hamba ini bercerita
Dengarkanlah bait-bait resah di dada
Biarlah Kau yang tahu segalanya.

Menutupi rasa dengan tersenyum manis
Namun Engkau tahu kerap hati menangis
Rabb..terkadang iman ini tebal dan kadang tipis
Kuatkan Selalu  Rabb..

Rabu, 06 November 2013

Selalu Banyak Cerita di Forum Indonesia Muda

  No comments    
Bagian 1
Ya..untuk kesekian kalinya aku menjadi Panitia diacara kegiatan kepemudaan Forum Indonesia Muda, tidak terasa sudah FIM 15 dan tahun ini adalah 1 Dekade FIM. banyak hal yang ku dapat untuk ku terus menjadi pembelajar yang baik, dari segi materi yang dibawakan oleh pembicara, quote-quote mereka, cerita inspirasi teman-teman, semangat mereka. Huffhhh... sedih kalau harus berpisah saat acara sudah selesai. Karena baru kali ini ada forum kepemudaan yang saya ikuti, ikatan kekeluargaannya sangat erat, penuh dengan canda tawa, riang gembira, dan diisi dengan makna Cinta. Pasti rasa tak ingin pisah ada, karena seperti keluarga sendiri, saling menyemangati antara yang lain. Dan satu hal tidak jarang banyak dari para alumni yang menemukan pasangan hidupnya di Forum ini, yah kalau kata Bunda Tatty Elmir, yaitu Founder dari FIM yang selalu berbagi inspirasi dan kasih sayang kepada semua kunang-kunang (sebutan anggota FIM). "Di FIM kita bisa mengenal satu sama lain, bisa menjadi tempat taaruf, tanpa melanggar syariat Islam dan melanggar hukum ya kan Nak, kita udah bisa lihat kejelekan dan kebaikan setiap orang di FIM dan tidak ada rasa canggung, misalnya lihat si X, gayanya dia, cara becandanya dia sampai ketawanya dia kita tahu." (Waktu ngobrol di depan warung hari Jumat tanggal 1 November 2013)

FIM adalah tempat saya menemukan keluaarga baru, keluarga penuh inspirasi dan selalu berbagi kasih.